Anggota Komisi II DPR Mestariyani Habie mengatakan, beberapa waktu lalu warga dari Jeneponto mengajukan keberatan terhadap pendataan tenaga honorer K-1 sebab ada sejumlah nama tenaga honorer fiktif yang dimunculkan saat pendataan tenaga honorer pada 2010. ?Setelah itu saat verifikasi dan validasi data juga ditemukan kejanggalan seperti masa kerja dan jabatan yang tidak sesuai,? katanya saat rapat dengar pendapat dengan Badan Kepegawaian Negara (BKN) dan Kemenpan dan RB di Jakarta kemarin.
Dia menduga ada permainan yang dilakukan aparat di Badan Kepegawaian Daerah (BKD) Jeneponto yang tidak mengirim surat sanggahan ke Badan Kepegawaian Negara (BKN) untuk membatalkan sementara data yang dianggap manipulatif itu. Apalagi saat ini status Jeneponto masuk daftar hitam ke 18 Kemenpan dan RB dalam aparatur negara.Karena itu,harus ada solusi terhadap permasalahan tersebut.
?Kementerian pun harus mengatasi aksi politik uang yang mewarnai penerimaan tenaga honorer K1 tersebut,? ujarnya. Keluhan juga disampaikan anggota Komisi II DPR Agustina Basik. Menurut dia,di Papua ada 900 honorer K-1 yang lulus tes administrasi.Namun,akhirnya hanya 15 yang dinyatakan lulus. Ironisnya yang lulus dan tercatat di BKN itu bukan honorer yang sudah mengabdi sesuai persyaratan.
?Nama-nama siluman ini muncul karena ada kongkalikong antara BKN dan BKD,?imbuhnya. Sementara itu, anggota Komisi II DPR Markus Nari menambahkan,kasus manipulasi data honorer terjadi di berbagai daerah. Para tenaga honorer yang benar-benar sudah lama mengabdi dan tidak ada kepastian kapan waktu pengangkatannya mulai patah semangat.
Mereka yang diangkat menjadi pegawai negeri sipil (PNS) justru yang baru saja diterima sebagai tenaga honorer. ?Ada orang kota baru lulus itu harusnya dievaluasi dulu, jangan dibiarkan mendapatkan jabatan. Saya heran dengan BKN yang hingga kini belum tuntas mendata tenaga honorer K-1. Padahal melalui data tersebut bisa mengantisipasi manipulasi data tenaga honorer,?ungkapnya.
Karena itu, dia meminta data validasi terlebih dahulu sebelum BKN mengumumkan ke publik. Data itu akan dipakai anggota Komisi II yang akan melakukan reses pada 25 Oktober nanti.Selanjutnya data itu akan dicocokkan di lapangan sehingga penerimaan tenaga honorer K-1 transparan. ?Konstituen di daerah pun tidak akan meributkan hal yang sama setiap tahunnya,? katanya.
Tenaga honorer yang akan diangkat menjadi PNS adalah mereka yang berusia maksimal 46 tahun dengan masa kerja 20 tahun atau lebih, berusia 46 tahun dan masa kerja 10 tahun atau lebih, berusia 40 tahun dan masa kerja 5-10 tahun dan yang berusia 35 tahun dengan masa kerja 1-5 tahun. Namun,prioritas yang akan diangkat terutama mereka yang telah tua dan mengabdi cukup lama.
Menanggapi keluhan sejumlah anggota DPR,Menpan dan RB Azwar Abubakar menyatakan akan menindaklanjuti masukan tersebut.Dia mengakui masih banyak tenaga honorer K-1 yang tidak terdata dengan benar. Namun, dia menampik pemerintah tidak melakukan verifikasi dengan benar.Pada pendataan awal sebetulnya ada 150.000 tenaga honorer,namun setelah diverifikasi dan validasi ulang tersisa 72.000 tenaga honorer yang memenuhi ketentuan.
Sebanyak 72.000 tenaga honorer ini pun diuji publik di 400 daerah dan 203 daerah di antaranya mengajukan protes. ?Jika ada data fiktif. Silakan protes ke kami. Kami juga akan akomodasi nama yang tidak masuk.Data by name by address yang diminta untuk reses juga akan kami berikan,?ucapnya.
Mantan Plt Gubernur Aceh ini menegaskan, sekitar satu bulan yang lalu pihaknya sudah mengirimkan surat edaran ke seluruh instansi agar tidak mempercayai calo atau pihak tertentu yang menawarkan bantuan dalam pengangkatan tenaga honorer. Dia menjamin hukum akan ditegakkan dan PNS yang terlibat di dalamnya akan segera dipecat secara tidak hormat apabila terbukti melakukan kecurangan.