Peran Badan Pertimbangan Jabatan dan Kepangkatan (Baperjakat) dalam pembinaan karier pegawai negeri sipil (PNS) belakangan hanya dijadikan formalitas saja. Pejabat Pembina Kepegawaian (PPK) yang saat ini masih dipegang oleh kepala daerah sesuka hati menentukan karier PNS tanpa minta pertimbangan Baperjakat.
“Banyak kasus di daerah, kepala daerah yang semaunya memindahkan pegawai tanpa koordinasi dengan Baperjakat. Alhasil seorang pejabat eselon II bisa nonjob, karena faktor like and dislike dari PPK,” kata Sukamto, Kasubdit Peraturan Perundang-undangan Badan Kepegawaian Negara (BKN) di Jakarta, Jumat (9/11) lalu.
Dijelaskannya, Baperjakat dibentuk sebagai kelengkapan PPK untuk pembinaan karier PNS di lingkungannya, seperti kenaikan pangkat, pengangkatan, pemindahan, dan pemberhentian dari dan dalam jabatan struktural.
“Baperjakat melakukan pemeriksaan yang menyangkut syarat administrasi, melakukan penilaian dan memberikan rekomendasi kepada PPK,” ujarnya.
Sesuai PP Nomor 9/2003 bahwa PPK (gubernur, bupati, atau walikota) mempunyai kewenangan untuk mengangkat, memindahkan, dan memberhentikan PNS dari dan dalam jabatan struktural di lingkungannya.
Namun, sekalipun mempunyai kewenangan, PPK juga harus memerhatikan Norma Standar dan Prosedur (NSP) di bidang kepegawaian, serta norma kepatutan. NSP tersebut antara lain Undang-Undang Nomor 43/1999 sebagai pengganti UU Nomor 8/1974 tentang Pokok-Pokok Kepegawaian, PP Nomor 100/2000 junto PP Nomor 13/2002 tentang pengangkatan dalam jabatan struktural dan lain sebagainya.
“Baperjakat akan dikuatkan lagi fungsinya, apalagi dengan adanya RUU Aparatur Sipil Negara di mana sekretaris daerah menjadi PPK,” ungkap Sukamto.
Pengamat politik dan ilmu pemerintahan Universitas Tanjungpura (Untan) DR Zulkarnaen mengatakan perlu ada evaluasi mendasar untuk birokrasi yang ada di Indonesia. Pengangkatan pejabat harus mengedepankan transparansi. Seorang PNS naik jabatannya harus berdasarkan karier, bukan sesuai dengan siapa yang menjabat kepala daerah.
“Seorang PNS naik jabatan itu harus berdasarkan karier. Tetapi yang kita lihat sekarang ini, yang menentukan adalah siapa pejabat politik yang berkuasa. Artinya, dalam pemindahan pejabat masih dimonopoli oleh kepala daerah,” kata Zulkarnaen.
Menurutnya, evaluasi mendasar harus segera dilakukan dalam sistem birokrasi pemerintah. Jangan dikarenakan adanya konspirasi dalam pilkada. Dampaknya tidak mencerminkan kualitas dalam kinerja PNS.
“Akhirnya para pejabat ditempatkan bukan berdasarkan keahlian dan profesionalitas. Terkesan dipaksakan, tanpa melihat dia ahli atau tidak. Selama para pejabat ini masih diangkat oleh kepala daerah, maka akan sulit untuk mewujudkan birokrasi yang profesional dan akuntabel,” ujarnya.
Zulkarnaen menegaskan, yang harus dikedepankan adalah transparansi dan fit and proper test dalam pengangkatan pejabat. Kalau mengandalkan Baperjakat juga masih belum bisa. Karena yang mengangkat Baperjakat juga kepala daerah.
Sekarang sedang digodok draf terbaru Rancangan Undang-Undang Aparatur Sipil Negara (RUU ASN). Gubernur, walikota, dan bupati yang dipilih langsung melalui pemilihan umum kepala daerah (pemilukada) tidak lagi memiliki kewenangan mengangkat pejabat daerah mulai dari pegawai negeri sipil (PNS) golongan Ia hingga IVb. Kewenangan gubernur ini nantinya akan digantikan oleh sekretaris daerah (sekda) sebagai pejabat karier tertinggi di daerah.
“Saya tidak jamin hal itu akan terlepas dari monopoli kepala daerah. Dalam formal berdasarkan karier tertinggi di PNS adalah sekda. Tetapi yang memilih sekda untuk diangkat adalah gubernur. Tidak akan ada pengaruhnya selama yang memilih sekda pejabat politis,” jelas Zulkarnaen.
Lanjutnya, maka tidak heran sekarang berganti kepala daerah, berganti juga pejabat di tingkat Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD)-nya. “Bahkan berganti kepala daerah, juga berganti gaya kepemimpinannya. Saya belum katakan ada keberhasilan dalam reformasi birokrasi kita. Salah satunya pejabat yang ada di daerah masih terkontaminasi oleh pejabat politik. Hal ini terjadi di semua di daerah, demikian juga di Kalbar,” katanya.
Meskipun Zulkarnaen tidak yakin 100 persen dengan adanya RUU ASN akan berhasil. Ia berharap dalam penentuan pejabat karier tidak lagi ditunggangi kepentingan politik. Setelah pengalihan wewenang ini, strategi membangun stabilitas kepegawaian dijalankan dengan sistem promosi jabatan open carrier system. Dalam sistem ini untuk mengisi jabatan-jabatan penting mulai dari eselon satu hingga di bawahnya, dilakukan secara terbuka.
Para PNS yang merasa telah memenuhi syarat untuk mengisi jabatan tertentu bisa ikut mendaftar sebagai kandidat kepala SKPD. Dalam penetapannya, PNS mana yang layak menduduki jabatan tertentu, mempertimbangkan aspek kompetensi, track record dan klasifikasi kepangkatan.