Persoalan guru honorer di sekolah negeri dan swasta sampai saat ini masih belum tuntas. Selain soal status kepegawaian yang belum kunjung selesai, guru honorer juga menghadapi ketidakpastian dalam hal kesejahteraan dan jenjang karier serta diskriminasi pendapatan.
”Pengangkatan guru honorer menjadi calon pegawai negeri sipil yang dijanjikan pemerintah sampai saat ini belum tuntas. Padahal, sudah ada payung hukumnya, yaitu Peraturan Pemerintah No 56/2012 yang disahkan Mei lalu, tetapi implementasinya belum ada kejelasan,” kata Ani Agustina, Ketua Umum Forum Tenaga Honorer Sekolah Negeri Indonesia, yang dihubungi dari Jakarta.
Menurut Ani, dalam pengangkatan guru honorer menjadi calon pegawai negeri sipil (CPNS), pihaknya mendukung adanya standar pengangkatan yang mengutamakan mutu dan profesionalisme. ”Kami tidak menutup mata, banyaknya guru honorer karena adanya ’permainan’ baik oleh pemerintah daerah maupun sekolah. Kami minta supaya yang memanipulasi ditindak tegas,” ujarnya. Adapun guru honorer yang memang pengangkatannya jelas, sesuai kebutuhan dan memenuhi syarat, harus diperlakukan secara adil untuk bisa mendapat peluang ditingkatkan statusnya.
Ani menyebutkan, pada pendataan tahun 2005 tercatat sekitar 300.000 guru honor yang diangkat sekolah/komite. Itu pun ternyata banyak data yang dimanipulasi. Saat ini sudah tercatat lebih dari satu juta guru honorer.
”Kami memahami kalau tidak semua guru honorer bisa diangkat jadi CPNS. Namun tolong, supaya pemerintah adil dalam pengangkatan,” kata Ani.
Tak bisa sertifikasi
Ratusan ribu guru honorer di sekolah negeri yang belum mendapat peluang diangkat menjadi CPNS saat ini resah. Para guru honorer di sekolah negeri yang diangkat kepala sekolah/komite untuk mengisi kekurangan guru PNS di sekolah tidak mendapat peluang untuk disertifikasi. Padahal, banyak dari guru honorer ini yang mengemban tugas seperti layaknya guru PNS.
”Namun, para guru honorer yang baik ini tidak mendapat peluang untuk disertifikasi. Kebijakan ini sangat tidak adil dan meresahkan guru honorer,” kata Priyanto, Kepala SMKN 2 Subang, Jawa Barat.
Menurut Priyanto, dari lima SMKN negeri di Subang, ada sekitar 340 guru honorer. Kehadiran guru honorer di sekolah ini disepakati kepala sekolah dan komite karena mereka kekurangan tenaga pendidik. Mereka sudah mengabdi di sekolah bahkan hingga belasan tahun.
Ketua Umum Pengurus Besar Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) Sulistiyo mengatakan, setidaknya ada sekitar satu juta guru honorer di bawah Kemdikbud dan Kementerian Agama. ”Walau kerja puluhan tahun, kesejahteraan dan karier tidak jelas. Guru dibayar tidak layak, ada yang Rp 100.000 per bulan. Padahal, Presiden menetapkan gaji minimal guru PNS Rp 2 juta,” kata Sulistiyo.