Derita Kaum Disabilitas Saat Daftar CPNS 2014

Eman Sulaeman (30) menahan emosi. Meski bibirnya menyunggingkan senyum, nada bicaranya terdengar berat. Ia masih tak percaya pemerintah begitu tega pada penyandang tunanetra seperti dirinya. Kejadian bermula saat ia mendaftar CPNS 2013. Guru honorer di salah satu SMK di Padalarang Bandung Barat ini memilih formasi guru PNS untuk mata pelajaran PPKN di Belitung Timur. Seluruh kualifikasi yang diminta, ia miliki. Dengan mudah ia pun mendapatkan kartu ujian.

Namun, begitu datang ke tempat ujian ia ditolak. Eman sudah menunjukkan kartu ujian, tetapi pengawas tetap tak mengizinkannya ikut ujian. Alasannya, kelengkapan untuk ujian penyandang tunanetra tidak tersedia di lokasi tersebut. “Saya kecewa, mengapa kami dibedakan seperti ini,” ujar Eman di Kota Cimahi, Rabu (1/10/2014).

Ketua Ikatan Tunanetra Muslim Indonesia (ITMI) Yudi Yusfar mengatakan, diskriminasi itu tak hanya dialami Eman. Beberapa orang mengalami hal serupa, seperti Muhammad Soleh, warga Bogor, dan Imas, warga Kabupaten Bandung. Mereka memiliki potensi yang sama untuk mendapatkan kursi PNS. Namun, kesempatan itu dijegal oleh kebijakan yang tidak mengenakkan.

Pada formasi 2014, Yudi menemukan kejanggalan yang lebih besar. Dia menyoroti tidak proporsionalnya formasi CPNS. Bahkan, formasi tersebut cenderung salah sasaran.

“Ada peluang PNS bagi tunanetra di bidang tata busana dan otomotif. Penderita tunanetra itu mempunyai keterbatasan dalam penglihatan, bagaimana mungkin kerja di tata busana. Begitu pun untuk otomotif. Apa selama ini ada orang otomotif yang mempekerjakan tunanetra? Kan enggak,” imbuhnya.

Namun, untuk sejumlah peluang, malah tidak bisa dimanfaatkan tunanetra, seperti guru pendidikan luar biasa (PLB). Tetapi, pemerintah mensyaratkan pendidikan D-3 PLB. Kebijakan tersebut aneh karena, sejak tahun 1989, program D-3 PLB sudah ditutup sehingga sekarang para anggota ITMI mengenyam pendidikan S-1 PLB.

Ia pun meminta pemerintah lebih memahami soal-soal yang ditujukan pada kaum disabilitas. Pada 2013, CPNS tunanetra gagal mengisi tiga kuota PNS Kementerian Sosial. Mereka rata-rata gagal di tes tingkat kemampuan dasar (TKD).

“Soalnya banyak gambar. Memang CPNS tunanetra dipandu pendamping, tapi kemampuan pemandu berbeda untuk menjelaskan gambar tersebut ke peserta,” terang dia.

Belum lagi kuota yang disediakan untuk penyandang tunanetra pada penerimaan CPNS 2014 kurang dari 10 persen. Dari 300 formasi yang ada, kesempatan untuk tunanetra hanya 28 orang. Beda lagi dengan penderita tunadaksa. Ada lebih dari 200 kursi yang mereka perebutkan.“Kami berharap pemerintah lebih peduli dan adil. Begitu pun dengan petugas penerimaan CPNS maupun pengawas lebih peduli,” tutupnya.

DIY Tunggu Pemerintah Pusat Soal Pengumuman CPNS

Pengumuman kelolosan tes CPNS Pemda DIY harus menunggu putusan dari pemerintah pusat. Sebab, Badan Kepegawaian Daerah (BKD) DIY tak mengetahui berapa passing grade bagi CPNS DIY.

“Kami passing grade-nya saja nggak tahu. Jadi harus nunggu putusan pusat. Belum tahu juga kapan. Jadi jangan sampai ada yang percaya jika ada pihak yang menjanjikan pasti diterima CPNS,” kata Kepala BKD DIY, Agus Supriyanto dijumpai di Kepatihan, Minggu (5/10/2014).

Total peserta Tes Kemampuan Dasar (TKD) melalui Computer Assisted Test (CAT) kemarin mencapai 10.326 orang. Sementara formasi yang disediakan hanya 142. Formasi yang tersedia terdiri dari empat kursi untuk tenaga guru, tujuh kursi untuk tenaga kesehatan dan 131 kursi untuk tenaga teknis.

Adapun tenaga teknis yang dimaksud meliputi pranata kearsipan, pranata bencana, penyuluh Panti Sosial karya Wanita, pengelola perpustakaan, pengelola laboratorium komputer, pengawas jalan dan jembatan, analis bencana, Satpol PP dan lain sebagainya. Dengan demikian, setiap kursi diperebutkan oleh sekitar 85 orang.”Hasil tes kemarin, nilai peserta CPNS DIY tergolong tinggi, begitu juga para peserta dari luar daerah,” kata Agus.

Tangani Konflik Agraria, Aparatur Negara Lebih Pro Korporasi

Perwakilan Lingkaran Mahasiswa Singkawang, Kalbar Lipi, menyatakan  pemerintah dan aparaturnya justru tak segan untuk pasang badan bagi perusahaan-perusahaan. Padahal menurut dia, lahan yang direbut bukan sekedar tanah tempat bumi dipijak, tapi lebih dari itu.

“Peradaban masyarakat dayak terancam punah karena tanah tempat mereka selama ini melakukan ritual diambil. Pemerintah benar-benar telah berwujud monster dengan sikapnya ini,” kata dia.

Dalam kesempatan yang sama, Anggota DPRD Kalbar Agustinus Purwanto Suwito meminta kepada para aktivis pelindung masyarakat lokal untuk membakukan sistem adat mereka. Hal ini menurutnya penting guna mencatatkan diri ke pemerintah setempat bahwa memang lahan kosong di hutan Kalbar itu bertuan.

“Ini yang menjadi masalah sejak dulu, pemerintah memang cukup mudah mengeluarkan izin, tapi di sisi lain tanah-tanah itu memang kosong. Ketika mulai dibangun industri baru ada protes dari masyarakat adat, hingga timbulah konflik. Pemda Kalbar lah yang memang harus menengahi,” ujar dia.

MA Klaim Tak Ikut Godok UU Aparatur Sipil Negara

Hakim Agung Suhadi, perwakilan dari Mahkamah Agung dalam sidang lanjutan uji materi Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara di Mahkamah Konstitusi, mengatakan lembaganya tidak pernah dilibatkan dalam penyusunan undang-undang itu di Dewan Perwakilan Rakyat.

Suhadi mengatakan salah satu poinnya adalah Pasal 122 huruf e UU Aparatus Sipil Negara (ASN) mengenai status hakim adhoc yang dianggap bukan sebagai pejabat negara. (Baca: MK Gelar Sidang Kode Etik untuk Patrialis Akbar)

“Kami tidak dilibatkan pada saat pembentukan itu,” kata Suhadi seusai persidangan di Mahkamah Konstitusi, Rabu, 24 September 2014. “Jadi kami hanya melaksanakan.”

Suhadi mengatakan kedatangannya ke MK hanya memberikan data ihwal jumlah hakim adhoc di seluruh Indonesia. Namun Suhadi enggan berkomentar mengenai sikap Mahkamah Agung soal status hakim adhoc sebagai pejabat negara. (Baca: Dewan Etik MK Siap Panggil Patrialis Akbar)

Sebelumnya, sejumlah hakim adhoc yang tergabung dalam Tim Sebelas melayangkan uji materi UU ASN ke Mahkamah Konstitusi. Mereka menggugat Pasal 122 huruf e UU ASN yang menyebutkan status hakim adhoc bukanlah pejabat negara.

Padahal, menurut mereka, secara eksistensi, status hakim adhoc dalam Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman setara dengan hakim lainnya yang juga merupakan pejabat negara.

Ratusan Berkas Pelamar CPNS Solo Tak Memenuhi Syarat

Ratusan berkas pelamar calon pegawai negeri sipil (CPNS) Kota Solo dinyatakan tak memenuhi syarat (TMS). Sementara itu, lowongan untuk formasi dokter spesialis hingga hari terakhir masih sepi peminat karena tidak ada satupun peserta yang melamar posisi tersebut.

Berdasarkan data yang dihimpun Solopos.com, jumlah pelamar CPNS secara online melalui website panselnas.menpan.go.id hingga Selasa pagi tercatat sebanyak 8.442 orang. Sementara berkas yang diterima Badan Kepegawaian Daerah (BKD) Solo 3.210 berkas. Rinciannya, sebanyak 2.584 berkas dinyatakan memenuhi syarat (MS) dan sebanyak 626 berkas tidak memenuhi syarat.

Kasubid Perencanaan dan Formasi BKD Solo, Endang Tri Wahyuni, mengatakan telah melakukan verifikasi berkas pelamar CPSN yang masuk. Dia menuturkan ada raturan berkas yang tidak memenuhi syarat lantaran beberapa kasus, seperti ijazah kelulusan tidak sesuai dengan formasi, berkas belum dilegalisir, dan lain sebagainya.

“Kami sudah mengirimkan email balasan bagi pelamar yang TMS agar pelamar melengkapi berkas. Ya dengan datang langsung ke Sekretariat paling lambat 27 September ini dan cap pos tanggal 23 September,” katanya.

Dia mengatakan nantinya bagi pelamar yang dinyatakan TMS artinya tidak bisa mengikuti ujian seleksi CPNS. Dia mengatakan formasi yang paling banyak peminat ada di formasi pemeriksa pratama dengan jumlah pelamar via online 3.802 orang. Namun yang mengirimkan berkas sebanyak 1.470 pelamar. Sedangkan formasi untuk dokter spesialis minim peminat. Tidak ada satupun pelamar yang mendaftarkan diri.

Kepala BKD Hari Prihatno mengatakan tidak ada satupun pelamar yang mengisi lowongan dokter spesialis. Dia menuturkan kemungkinan tidak adanya satupun dokter yang mendaftar lantaran terkendala faktor usia. Dimana sesuai dengan persyaratan pendaftaran CPNS, batas usia pelamar maksimal 35 tahun.

“Padahal pada usia itu belum banyak dokter yang sudah mendapatkan gelar spesialis, mengingat untuk mendapatkan gelar itu harus melalui sekolah panjang,” katanya.

Dia menyebutkan masih menunggu berkas calon pelamar yang diterima cap pos paling lambat tanggal 23 September. Sementara pendaftaran via online paling lambat Selasa pukul 23.59 WIB. Jika tidak ada yang melakukan pendaftaran untuk formasi tersebut, maka akan dibiarkan kosong.